Monday, December 29, 2008
Monday, December 22, 2008
Chilren of heaven........
Mereka berlima masuk ke dalam ruangan. Masih sambil bergurau... Satu anak menggoda temannya sambil menggelitik kakinya. Anak tersebut tertawa cekikikan.
Saatnya tiba. Seorang anak mengganti bajunya dengan pakaian steril ok, yang bagian belakangnya terbuka itu lho.... Dengan mahir dia mengawasi gerakannya sehingga baju tersebut tidak terkontaminasi. Menghadap ke teman-temannya yang lain dan tersenyum. Doakan ya..biar cepat.. bisiknya.
Yang lain juga tersenyum..sambil mengiyakan. Dia pun pindah ke ruangan sebelah...steril. Yang lain saling memandang, dan salah satunya kemudian memimpin doa. Surat-surat pendek berbunyi halus diruangan tersebut. Tak ada terdengar suara tangisan di ruang sebelah. Yang terdengar hanya doa...
Beberapa menit kemudian, si kecil tadi keluar...kali ini didorong brangkar ke tempat teman-temannya tadi. Kembali tersenyum... Satu anak lagi bangkit, siap-siap memakai pakaian steril dan ke ruangan sebelah. Ibu-ibu mereka hanya berdoa... semoga tidak ada masalah. Obat saling dibagi, si A yang kekurangan obat dibantu oleh si B yang kebetulan ditanggung asuransi. Seorang ibu, memberikan banyak obat ke yang lain, masih terlihat kalau mata sang ibu basah. ”Sisa obatnya kemaren masih banyak...mungkin berguna” ucapnya lirih. Ibu-ibu yang lain memeluknya dan membelai sang ibu yang kemudian mencoba kembali untuk tersenyum.
Semuanya selesai ke ruangan sebelah, sekarang terbaring dalam posisi miring. Tugasku mengecek kondisi mereka. Berbeda dengan suasana sebelumnya, kali ini hening. Mereka sepertinya tahu kalau untuk beberapa saat ke depan, tidak boleh ada tindakan yang mendadak. Dengan sabar mereka berlima menjalani tahap-tahap yang dilakukan sebelum akhirnya boleh duduk, tegak dan berdiri kembali.
Pulang, sang ibu memakaikan topi ke kepala anak-anaknya. Rata-rata mereka sudah mulai botak... Seorang anak mengelus kepala temannya yang lain sambil tertawa.
Chidren of heaven......
Itu julukanku terhadap anak-anak berhati baja ini. Mereka adalah pasien leukemia yang sedang menjalankan kemoterapi. Anak-anak lebih sering terserang leukemia akut, gejala mendadak dengan kondisi yang berat. Walaupun mendadak dan parah, biasanya leukemia anak lebih memiliki prognosis untuk sembuh yang jauh lebih baik dari dewasa. Namun harus ditatalaksana dengan baik tentunya. Beberapa minggu yang lalu..jumlah mereka adalah enam, satu orang anak yang terserang relaps dan tidak bertahan. Dia meninggal setelah 2 hari dirawat.
Oh ya ,prosedur yang dijalani saat ini adalah kemoterapi intra-liquor. Jadi tidak seperti kemoterapi yang hanya pakai selang infus, kali ini obat dimasukan ke dalam cairan otak melalui lumbal pungsi. Suatu tindakan memasukkan obat ke cairan serebrospinal melalui tulang belakang. Sakit..pastinya. Suatu prosedur yang tidak bisa dibilang nyaman. Dijalani dengan tabah oleh mereka
Para ibu dan anak ini sangat akrab, mereka akan saling menghubungi pada saat kemoterapi. Saling menguatkan , saling berbagi... Ibu tadi memberikan sisa obat anaknya yang masih bisa digunakan oleh anak yang lain dalam kelompok itu.
Tugasku sebagai dokter muda saat itu hanya sebagai asisten dokter lainnya. Namun mengenal mereka, seperti mengenal arti kata harapan yang selalu ada. Bukan hanya aku yang memandang mereka dengan haru saat itu, tak jarang kulihat , resident seniorku, cowok, menghela nafas dan berusaha menyembunyikan air matanya. Well...dokter juga manusia...
Wednesday, December 10, 2008
PhotoFunia
Maka coba-coba mengakses PhotoFunny menurut versiku..
He..he...
Bagi yang pengen muntah..,
Harap tahan dulu sampai gambar terakhir
Tuesday, December 9, 2008
New Achievement.......
Well...this is a new achievement...
For this long...all that I can remember of “library” in my country is smelly..dushy..darky..place contain with oldie books.
And it always take place in the corner of..or back of.. or some place which hard to be seen or reach by people.
Remembering all my writing in “library” that I found in Australia, how they make it...
So it is like a blessing wish...
Let me introduce , Suman HS Library, place in the heart of Pekanbaru, on the right side of Government Province Office.
Love the new concept that government begin to hold..., library should not an “antique” place which contain “gig people” anymore, but for social life...
I have talked to librarians there and I found people who love their job. Smile..and happy to invite people to comes again...
Unfortunately, cause it has not officially open yet, the electrician power is still off...
It feels quite hot, primarily at upper level...
Hmm..books shelves are also still empty in many places..
Those are something I should not complain about...
One step at one time....
PS: For people who have books and want to “infak” their books can put them in a box at the first floor
Monday, December 1, 2008
A cup of Milk
I grew in Kampung Bandar, Pekanbaru. Most of the neighbor is low-middle class with young children. In those time, what I remember most is afternoon time. In front of “houses area” there is a big yard that people always used for playing football. My friends and I, who had been naughty for all days, always wait for “Angguik” nearby those yard with “fresh” body.
Angguik usually walk, from other corner from the yard. As soon as one of us shouting that “Angguik is coming” all of us running to him and want to catch for his warm hand. We sing happily, almost everyday to celebrate his “coming home”
Why...???
Angguik is a 40-50 years old man who work at private hospital (which was known as most luxury hospital at that time). Actually, he works as cleaning service.
He has one “loveable” habit. He always asked his friend at the kitchen not to put rest of milk (for patient) as a waste. I mean not after patient drinking it, but after milk had been given to patient, there always a plenty of rest milk in the kitchen. He put it in plastics and put them in to refrigerator. So he could take them home...for us
He only has one sister, which was already adult at that time. All that he cares is us...
You could imagine 30-40 kids, waiting for him going home. Each of us hold a “plastic mug” to get a piece of freezing milk. He then give the milk to all the childreen. Cause he loves us, we always take a bath and wear clean dress so we can smell good near him.
Now he already retired and live in Lubuk Aluang, Pariaman. West Sumatra
I missed him, and thankfully for him
For the love...
That milk that he had brought for us everyday
Have composed a lot of neuron in my brain right now...
Wednesday, November 26, 2008
Dimana kita sekarang?...
Suprisingly, cukup gembira juga ketika membaca pengumuman ini. Akhirnya kita terangkat juga ke posisi yang lumayan besar di kelas dunia...
Namun ketika searching lagi ke web yang bersangkutan, menemukan bahwa ranking ini ditempati.
287 : University of Arkansas Fayetteville
1291: Universitas Indonesia
Hmmm...mungkin versinya berbeda.., ketika sekali lagi kulihat poster itu. Yah..mungkin aku yang awam gak terlalu mengerti versi-versi ini.
Untuk topten dunia :
1 Massachusetts Institute of Technology
2 Harvard University
3 Stanford University
4 University of California Berkeley
5 Pennsylvania State University
6 University of Michigan
7 Cornell University
8 University of Minnesota
9 University of Wisconsin Madison
10 University of Texas Austin
Di Asia, top tennya adalah
1 : University of Tokyo
2 : National Taiwan University
3 : Kyoto University
4 : National University of Singapore
5 : Beijing University
6 : Chinese University of Hong Kong
7 : University of Hong Kong
8 : Hebrew University of Jerusalem
9 : Keio University
10: Tel Aviv University
Indonesia cukup membanggakan di Asia, di urutan 88 dan 92 ada
88 : Gadjah Mada University (peringkat dunia 819)
92 : Institute of Technology Bandung (peringkat dunia 826)
Di atas kita adalah universitas dari Singapura, China, Jepang, Taiwan, Hongkong, Saudi Arabia..bahkan ada Thailand.
Rangking ini sepertinya selalu diperbaharui, terakhir Juli 2008.
Melihat kondisi yang ada, seharusnyalah semua mulai memikirkan dimana kita sekarang?.
Sering terhanyut akan nostalgia indah masa lalu,
Sering menemukan kalimat ini dan sejenisnya..
”Dulu universitas A belajarnya di Indonesia, gurunya aja dari sini. Masak mereka bisa ngalahi kita?”
Sayang, zaman tidak akan memberikan waktu berlama-lama untuk nostalgia sejenis ini.
Murid memang seharusnya lebih pintar dari gurunya, karena jaman yang akan dihadapi juga akan lebih kompleks.
Bukankah begitu kenyataan yang kita temui sehari-hari?
Well, apa yang salah pada pendidikan kita..??
Three cups of tea........
Yah..ternyata De-Javu..., kenapa aku merasa familiar dengan buku ini?.
Setelah merenung-renung dikit dan membaca sinopsis luarnya , agaknya cerita ini pernah ditayangkan oleh si Miss Oprah Winfrey. Sudah pernah melihat edisi Englishnya tapi tak sanggup membeli saat itu. He..he..
Three cups of tea, menceritakan kisah Greg Mortenson, seorang pendaki K2 yang mangalami kesulitan dan gagal dalam pendakiannya, hampir mati karena tersesat. Ia diselamatkan oleh suku Balti di daerah pegunungan Pakistan. Sambutan yang hangat dari ketua suku, Haji Ali membuat dirinya merasa menjadi bagian dari penduduk ini.
Terenyuh melihat anak-anak yang meringkuk belajar sendirian , tanpa guru, tanpa ruangan, di dinginnya daerah Balti, yang notabene merupakan daerah pegunungan Himalaya, Greg Mortenson mengucapkan janjinya kepada Haji Ali untuk akan kembali, dan membantu mereka mendirikan sekolah.
Greg Mortenson saat itu hanyalah seorang perawat di IGD rumah sakit. Demi menunaikan janjinya, Greg makan seirit mungkin, tidak menyewa apartemen, menghitung setiap receh yang dikeluarkannya..bahkan menyampingkan urusan pribadinya. Berusaha mencari dukungan, Greg mengirim ratusan surat yang pada umumnya tidak berhasil dengan baik. Sampai pada suatu hari, ibunya yang menjadi guru sekolah menghubungi dan memberitahu bahwa telah ada dua bak sampah yang dipenuhi uang receh anak-anak di sekolah yang ingin menyumbang. ”One penny” begitu istilahnya..yang merupakan cikal bakal organisasi kemanusiaan Pennies for Peace.
Well...tentu saja uang itu tidak cukup untuk usaha Greg, tapi cukup membantu membakar semangatnya. Masih panjang cerita kegigihannya dalam menggalang dana dalam buku ini.
Jean Hoerni, salah seorang ilmuwan eksentrik pendiri Silicon Valley memegang peranan besar dalam membantu usaha Greg. Namun permasalahan bukan hanya di dana, tetapi juga dampak sosial, mengingat dirinya adalah orang Amerika di tengah krisis agama, apalagi saat itu juga terjadi konflik besar akibat peristiwa 9/11.
Jika kita melupakan "lapisan yang dipakaikan oleh manusia" pada badan ini.
Kita menyadari bahwa pada asalnya kita sama.
Seorang manusia yang bisa sedih, bahagia, terluka,
Seorang manusia yang merupakan saudara dari manusia yang lain
Sepertinya itulah essensi kisah ini
Three cups of tea merupakan adat Balti
Pada minum teh dari cangkir pertama..dirimu masih merupakan orang asing
Pada minum teh cangkir kedua...dirimu adalah tamu di daerah ini
Pada minum teh cangkir ketiga...dirimu adalah bagian dari keluarga disini, yang akan dengan segenap jiwa melindungimu dari segala ancaman bahaya.
For others "Greg" somewhere out there...keep trying...!!!!
Sunday, November 23, 2008
Inaugration day...for 2008
Temanya " Sparkling Together" Jauhkan Perbedaan Satukan Tujuan.
Well...gak nyangka banyak bakat-bakat seni di sela kesibukan kampus ini.
namanya itu lho; Air Ketu Band, Neuro Band, Skripsiholic Band... dll, walah.
One thing that I wanna say :
I am proud of you all guys....
Your spirit makes me wanna live forever
It is an honour for me to joint you all in this journey...
Pemandangan depan kampus FK UNRI (menghadap ke Mesjid Agung An-Nur)
Friday, November 21, 2008
When summer ends
And send me this song to see
How could I help..???
You are the one who really know
Which path of life you wanna go
Always send best blessing for you....
Ever since I met you
I've been waiting for the snow to fall
Waiting for the moon to call
The sun out of my eyes
And I can't help but wonder
Why you would spend your days with me
Why you would have your way with me
Why you're with me at all
And I wish it was forever
But nothing last forever at all, no
I know our time is now
Still I tell myself somehow
This thing won't end as it began
You're still here when summer ends
Another day is dawning
And I can't believe the light I see
You're standing right in front of me
A wonder to my eyes
And I don't dare to look away
Afraid that you might disappear
And you were never really here
It's all been in my mind again
And I wish it was forever
But nothing last forever at all, no
I know our time is now
Still I tell myself somehow
This thing won't end as it began
You're still here when summer ends
I used to prefer to be lonely
But you seem to be the only
The one I can't let go
I know our time is now
Still I tell myself somehow
This thing won't end as it began
You're still here when our summer ends, oh
This thing, oh
This love won't end as it began
You're still be here when summer ends
Ever since I met you
I've been waiting for the snow to fall
Thursday, November 20, 2008
A chance to communicate and to share
This week, Medical Faculty of Riau University conducts two seminars. From my view, these seminars have same purpose....to communicate and to share. They were conducted on last 19th and 20th November. Actually, it was not planned for two days, but luckily we can do it..
First seminar has a purpose to introduce curriculum systems for clinical setting based on competency. I really like to give the theme “to communicate and to share”, because in this occasion, I think the barriers between preclinical staff and clinical staff begun to melt down. Then we realize that we have the same purpose. In the other hand, bad communication between each other makes us “think and feel” as different person. Almost feel that some has ignored the other. I hope we can build better communication for the future..
Then, we have the opportunity to share experience from other university which has already conducted this competency based in their clinical time. Well, one idea comes into my mind... In Indonesia, we still have no formal tool to communicate with other medical teacher, to share experience with each other., such as jurnal on medical education . Why can't we make it?
Second seminar is talking about university preparation for certification and also brainstorming from KKI (Kollegium Kedokteran Indonesia/ Indonesian Medical Collegium). Why I also give the theme “to communicate and to share”...?
In this time, we can communicate what happened in our faculty to decision maker in central, face to face. Sharing the problems and hopefully could solve them. Although not every question can be solved at that time, at least some issued which happened in our local context had been arise.
Wednesday, November 12, 2008
Negeri di awan
aku merasa (ceile...)
perasaanku tergambar oleh awan
ha..ha...
egoisnya..
hmmm
bukan..
perasaanku
membuatku
melihat
awan hari ini berbeda
Sunday, November 2, 2008
Le Grand Voyage (Ziarah)
Kisah ini menceritakan perjalanan seorang ayah untuk naik haji diantar oleh anaknya. Berbeda dengan jemaah kebanyakan yang memilih jalur yang aman dan nyaman, sang ayah memilih perjalanan dengan mobil dari tempat tinggalnya di Paris. Pola pikir ini sangat tidak dimengerti sang anak...
Perjalanan itu tidaklah mudah, yang paling sulit yaitu menyatukan dua visi yang berbeda. Sang ayah besar dan lahir di Iran, kemudian berimigrasi ke Paris. Hal ini berbeda dengan anaknya yang lahir sampai kuliahnya di Paris. Keduanya sama-sama keras kepala, namun tetap menunjukan hubungan ayah dan anak yang ketimuran. Sang anak tetap mengikuti ayahnya, walau kadang mendongkol tak karuan.
Well.. mengutip salah satu kalimat pembuka film ”The Painted Veil”,
sometimes the greatest journey is the distance between two heart
sepertinya film ini juga menceritakan hal yang sama dari sudut pandang yang berbeda.
Sunday, October 26, 2008
Selamat HUT IDI Pekanbaru
Monday, October 13, 2008
Tragedi Koin di Adelaide Airport
Kami berdua diantar oleh Adi dan Desi sampai di depan airport. Adelaide airport cukup besar dan kami berdua bergegas masuk dan mencari antrian pesawat Jetstar yang akan membawa kami ke Sydney. Urusan tiket beres, tinggal melewati pemeriksaan barang. Koper sudah masuk bagasi, tinggal ransel yang akan diperiksa. Aku melangah dengan aman melewati pemeriksaan custom. Terus melenggang ke dalam..gak sadar kalau Wayan masih ketinggalan. Akhirnya kembali balik...karena kulihat penjaganya menyuruh Wayan kembali keluar dan masuk lagi ke metal detektor...ada apa ini?
Alarm berbunyi, ketika ransel wayan melewati pemeriksaan X-ray. Wayan tetap kalem, dan mengeluarkan semua barang elektronik yang kemungkinan menyebabkan masalah ini. Jadi Hp dan kamera, beserta tripodnya dikeluarkan. Yakin aman..ransel sekali lagi dilewatkan ke pemeriksaan X-ray. Lah...kali ini alat itu masih tetap menjerit. Aku mulai cemas... bawa apaan sih? Ini negara orang, kalau bikin masalah, kacau mah.
Wayan juga mulai keringatan..kebingungan memeriksa tasnya sendiri. Penjaga dari balik X-ray bilang kalau ada kantung padat yang isinya mencurigakan. Wayan mengeluarkan semua yang berbentuk kantung...sampai akhirnya ketahuan.. kantung koinnya yang bikin masalah.
Aduh biyung.....!!! Wayan harus mengeluarkan koinnya itu sehingga penjaga yakin dia tidak menyembunyikan apapun di balik tumpukan koinnya. Mana pagi masih sunyi, suara koin jatuh berdering-dering...wualah...
Kantung koin itu sebenarnya kantung kamera yang padat isinya oleh koleksi koin yang dibawa-bawa terus oleh Wayan. Hiks..., kedua penjaga itu senyum-senyum geli di depan kami, aku merengsek menjauh...tidak bisa menahan tertawa sedangkan Wayan hanya tersenyum masam. Aku masih bisa mendengar kalau tertawa kedua penjaga itu pecah, ketika kami sudah agak jauh dari pintu pemeriksaan.
Aku masih tersenyum-senyum geli, sampai akhirnya Wayan setengah mengancam. Kalo aku masih tertawa, maka aku tak berhak lagi menikmati koin itu.
Ya jangan kejam lah sobat...I still need your coins, for toblerone..coke etc..etc...
Ha..ha..ha
Jam 8 pagi, sampai di Sydney. Kami memutuskan naik train ke Central Station, cukup mahal 12 AUD. Padahal sebenarnya kata mba Ruli ada bis yang budgetnya jauh lebih murah...tapi sayang kita gak tahu. Jam 9an sampai di rumah. Para penghuni kayanya masih pada tidur. Hmmm...tidur juga ah.. Acara perpisahan di Med Edu gak jadi.Tapi gak apa-apa...perjalanan kali ini memuaskan...jadi tetap tidur dulu...
Thats all folk....my adventures in Melbourne and Adelaide..
Hahndorf and Windy Poit..last stop in Adelaide
Hal yang sama terulang lagi di toko bunga. Tukang foto dengan liciknya memasukkan dirinya sehingga ikut tertangkap di kamera melalui refleksi cermin di toko tersebut.
Sebenarnya Adi baru pulang dari part time worknya sore itu, namun tetap semangat mengantarkan kami ke Windy Point untuk melihat pemandangan Adelaide dari ketinggian di waktu malam. Thanks again..apalagi juga membawa kameranya yang ciamik itu...plus tripod. Sifat narsis kembali muncul.ha..ha
Kata Desi ada beberapa tempat untuk melihat pemandangan kota Adelaide, tapi yang paling dekat adalah Windy Point. Tak mungkin memilih yang jauh, mengingat besok harinya, kami berdua harus berangkat ke Sydney dengan pesawat pagi, jam 6. Bunuh diri dong, kalau kelelahan dan akhirnya tertidur.
Pemandangan dari Windy Point sangat memukau. Dari atas dapat dilihat bahwa kotanya dibangun teratur, karena cahaya lampu jalannya membentuk garis-garis lurus yang juga teratur. Tempat ini juga berhak dianugrahi nama Windy Poit, karena makin malam, angin yang berhembus makin dingin dan kencang...brrrr
Pulang dari Windy Point, tidak langsung pulang, tapi singgah dulu di gatenya Flinders University, biasa...foto-foto lagi. Malamnya itu, kami pesta martabak mie dan menyelesaikan segala urusan copy file photo...suatu urusan yang amat teramat penting..bagi orang-orang narsis Kayanya bakalan sulit tidur malam ini, karena masih ngerumpi perjalanan-perjalanan di Adelaide dan feeling excited. Juga...ketakutan kalau ketiduran, karena pagi-pagi benar, jam 5an..aku dan Wayan harus ke airport untuk pulang ke Sydney. Sekali lagi berterima kasih kepada Adi, yang walaupun lelah sehabis kerja shift sore dan ngantar ke Windy Point...masih bersedia bangun lagi jam 4an subuh, untuk mengantar kami ke bandara.., thanks again mate..!!!
Goodnight Adelaide...Sydney, we will come home...!!
Flinders University, Adelaide dan Glenelg.....
Well..perjalanan pertama kami keesokan harinya adalah ke universitas Flinders. Flatnya Desi tidak jauh dari gerbang masuknya Flinders University. Ternyata ada beberapa jalur ke area kampus yang lumayan jauh dari gate ini. Pertama, dengan jalan kaki; aha...pilihan pertama ini kayanya digandrungi ama mhs native Australia (bule maksudnya bo..!). alur ini cukup melelahkan karena main campus letaknya di atas bebukitan..., jalurnya melintasi bukit-bukit. Dan ujungnya melewati jembatan yang dibangun untuk menghubungkan dua bukit. Weh..lumayan gamang... Mungkin jiwa petualang mereka lebih besar dari kita kali ya..? atau sengaja ingin mendapatkan kulit yang jauh lebih tanning ketika sampai di atas.
- Pilihan kedua, yang kayanya digandrungi mahasiswa Indo yaitu menumpangi feeder bus Flinders yang super duper nyaman (bisa disamakan dengan mobil transit hotel bintang lima lho..). Jadilah bus ini sebagai ajang gosip menggosip penyebar informasi antar mahasiswa indo. Ha..ha...
- Pilihan ketiga; jikalau dirimu memiliki mobil ndiri or punya teman yang mo ditumpangi ke atas. Ya monggo...
- Pilihan keempat : kalo minat merangkak juga boleh seh or nungging kemudian ditendang or guling-guling ke atas..he..he..
Sementara Desi bertemu supervisornya, aku dan wayan menjadi turis dadakan di kampus ini. Kurang menarik sih mengingat bangunannya, hanya gedung-gedung modern dan lagian lengang banget. Niat mau cuci mata lihat Kevin Costner or Jason Danovan yang belum botak gak kesampaian.
Hem..., melihat semua universitas di negara maju kadang miris jika mengingat yang di kampung ku. Konsep mereka untuk universitas betul-betul univercity..., semua yang dibutuhkan untuk mejadi kota kecil ada di kampus. Akomodasi, transportasi, rekreasi, sport dan fasilitas toko yang medukung seperti salon (kalo wisuda perlu kan?) dan tour travel agent. Kapan ya di Indonesia yang punya proyek membangun universitas memiliki persepsi seperti ini. Bukan hanya membangun kelas-kelas saja, bahkan lupa membangun ruang auditorium sehingga wisudawan harus rela berpanas-panasan diluar.
Cuaca yang terik padahal masih jam 10an pagi membuat kami bergegas ke drinking machine. Ah ha.., tanpa perlu memasukkan koin ternyata di sana sudah tergeletak dengan manisnya dua botol air minum. Wah...lucky for us..
Sebenarnya seperti tips teman yang keliling Eropa, bagi orang-orang yang mo irit tidak perlu membeli minuman botol tapi cukup membawa tempat minum saja. Tempat umum biasanya menyediakan water fountain yang bisa ditampung atau langsung minum. Lebih nyaman lagi dilingkungan kampus karena ada dua macam pilihan, air panas atau air dingin. Hmmm....enteng kan...., kalau musim dingin...cukup bawa nescafe sachet kemana-mana dengan gelas.. Aman perkara.... Awalnya seh aku hemaaat juga, nenteng botol minum kemana-mana. Namun akhir-akhir ini keidealan untuk berhemat ini jarang kulakukan. Apalagi pak Wayan yang memiliki coin seabrek-abrek. Dengan sedikit menghiba.. bakal dibelikan minum ama dia...wakakak... (Psst..ada kisah lucu tentang coinnya Wayan, ntar deh kuceritakan di akhir kisah perjalanan ini).
Akhirnya jam 12an kami ke daerah kota. Kesimpulan tentang kota Adelaide?...Lengang banget. Pantas saja serombongan mahasiswa Adelaide menghiba meminta difoto di stasion Flinders Melbourne, fotonya di depan gerombolan bule yang rame berlalu lalang. Adi, mahasiswa yang dari Aceh membela diri ketika kutanyakan alasannya; ””Di Adelaide sunyi mba, jarang ketemu orang rame kaya begini” ujarnya memelas. Ha..ha.. kasihannnnn....
Bangunannya...hmm hampir mirip deh dengan yang di Sydney. Mungkin yang sedikit berbeda adalah Adelaide Festival Centre,bangunan ini modern dengan gaya yang unik. Berlawanan dengan Flinders univeristy, University of Adelaide berupa bangunan tua yang cukup antik..tapi lebih kecil dari Quadranglenya UnySyd. Karena musim panas, di rerumputan kampus beberapa mahasiswa tampak berjemur dengan cueknya berpakaian ..well minim. Kalo di Indo seperti ini, bakal didemo FPI..he..he
Kotanya kecil. Jadi sebenarnya kalau hanya ingin jalan-jalan di kota, tiket one day tripper tidak terlalu menguntungkan. So..supaya tidak merugi, kami memutuskan untuk ke daerah pantainya Adelaide, Glenelg. Desi bilang pemandangan Jetty disana bagus. Susah payah dia menjelaskan arti Jetty, tapi kami berdua tetap gak ngeh..maklum otak juga libur neh.
Makan siang di restoran malaysia di daerah Market city. Harganya standar mahasiswa, dan porsinya standar kuli bangunan...hi..hi...So kita pesan take away, tetap makan dulu di tempat. Walaupun sudah kenyang..masih sisa separuh. He..he.., aman deh jatah makan berikutnya.
Rombongan orang yang lalu lalang baru ditemukan di daerah central market. Jalan ini khusus untuk pedestrian, dan di kiri-kanannya berjejer mall2 ngetop di Oz seperti Myer, Coles dll. Tergiur untuk shoping bekal di Coles. Cuaca terik yang jauh lebih panas dibandingkan Sydney membuat kami tergiur untuk membeli satu pak es krim Walls. Ketika selesai membayar, baru sadar kalau es krim ini tidak mungkin bertahan sampai ke Glenelg dalam cuaca panas seperti ini. Dan kacaunya lagi..pasti akan verboden di trem karena lelehannya itu. Akhirnya sambil duduk di kursi yang berjejer di depan kasir, kami menikmati es krim tersebut. Persis anak-anak yang lagi ditinggal orang tuanya belanja dan dibujuk dengan es krim. Ha..ha..ha. Perut terasa kepenuhan..karena satu orang harus menghabiskan dua buah es krim walls cone .
Siang itu matahari sangat cerah di Glenelg. Perjalanan dengan memakai trem dari Adelaide masih dicover oleh tiket one day tripper. Ehm..seperti daerah pantai lainnya di waktu summer, bule berseliweran dengan bikininya... Pemandangan yang kontras dengan kami bertiga, seperti orang sakit, tetap memakai jaket plus payung lengkap..ha..ha.. Up to us lah...
Well lokasinya bagus. Tamannya diatur seperti taman-taman yang digambarkan di daerah mesir...berlantai marmer dan dilingkungi pohon-pohon palm. Trem berhenti di samping taman yang berada dibibir pantai ini. Di ujung lapangan ke arah pantai terdapat monumen untuk memperingati Ultahnya Adelaide. Karena panas masih terik, kami memilih berjalan ke samping kiri, menyusuri perumahan yang jalannya dinaungi pohon cemara yang tinggi besar. Tanggung, jika sudah kesini tapi tidak melihat sunset. Maka kami memutuskan beristirahat, duduk di rerumputan sambil makan snack yang dibawa. Ternyata rumah di depan tempat kami beristirahat sangat unik, sekilas seperti rumah pemulung, tetapi ternyata homestay lho dengan fasilitas yang lumayan. Detail yang disusun nyeleneh di pekarangan bangunan ini ternyata menggambarkan alat-alat nelayan.
Oh ya ternyata Jetty yang dimaksud oleh Desy adalah bangunan seperti jembatan yang menjorok ke lautan. Di ujungnya melebar, berbentuk segi empat, dan karena sudah terletak cukup jauh dari pantai area ini banyak dipergunakan penduduk untuk memancing. Lumayan sepertinya, ada yang mendapat kepiting dan ikan yang cukup besar.
Akhirnya sunset yang indah terbentang di depan kami. Bagai anak kecil, kita bertiga bermain di pantai. Pantainya sangat bersih.sehingga kita tidak ragu untuk langsung duduk dipasirnya.
Malam tiba,sekali lagi mengisi perut dengan sisa makan siang. Ransel kembali ringan, sebaliknya perut kembali berat. Pulang...Wuah...what a wonderful day.........
Adelaide, sorry friend to bother you....
Perjalanan dari Melbourne ke Adelaide sedikit lebih cepat dibandingkan Sydney-Melbourne. Jalannya relatif lebih kecil dibandingkan jalan Sydney-Melbourne. Pemandangannya relatif sama, melulu savana...dengan bonus pohonnya sedikit lebih banyak dan sedikit perjalanan di bukit-bukit. Makanan yang disediakan di bus stop juga gak banyak pilihan, tapi lumayanlah ada Fish & Chips yang lebih bisa menyumpal perut.
Adelaide betul-betul sunyi. Sampai kita berdua tidak menyangka kalau ini benar-benar Adelaide perkotaan. Aduh..kemana orang-orang ya..? Stasiun busnya juga kecil. Nyaris hanya seperti lapangan kecil dengan satu rumah berisi bangku-bangku bejejeran sebagai tempat penumpang. Desi, teman yang kuliah di Adelaide, menjemput di stasiun kecil itu. Perjalanan ke flatnya Desi, di daerah Flinders University, via bis kurang lebih setengah jam-an.
Malam ini kami memutuskan untuk beristirahat memulihkan tenaga. Desi masak bo, masakan minang, kalio ayam...asyik.
Rencana awal karena memperhitungkan bakalan akan ada 3 tamu, teman-teman di Adelaide sudah mempersiapkan 2 kamar di rumahnya mba Yanti untuk ditempati. Kebetulan ada teman Indo yang lagi pulang dan mengijinkan kamarnya untuk dipake. Namun karena kita cuma berdua dan Wayan bersedia tidur di ruang tamu maka diputuskan untuk stay di flatnya Desi saja. Mungkin karena terharu atau kasihan dengan Wayan, Ari , teman kostnya Desi merelakan kamarnya ditempati Wayan dan dirinya sendiri ngungsi ke tempat Mba Yanti. Aduh...thanks banget ya temen2....
Kelelahan membuatku tertidur lebih cepat. Ketika terbangun jam 1-an malam, terlihat Desi masih asyik mengetik thesisnya. Jadwal kuliah di tiap state kayanya jauh berbeda. Monasch libur lebih dahulu, setelah itu Usyd. Saat ini Flinders uny masih musim ujian dan tugas akhir.
Melihat kesibukannya, aku mengatakan pada Desi bahwa kami berdua sudah biasa jalan-jalan mandiri tanpa perlu ditemani. Cukup berikan guideline besarnya aja. Lha kalo ada apa-apa kan bisa telpon. Namun Desi meyakinkan diriku kalo supervisornya sudah tahu bakalan ada teman yang datang dan telah memberikan sedikit kelonggaran. Apalagi thesisnya tinggal finishing touch.
Aku hanya melihat dia, dan nggumam.. sorry friends to bother you...
Selanjutnya..tertidur lagi
Sunday, October 12, 2008
Film.................. Into The Wild
There is a rapture on the lonely shore
There is society, where non intrudes
By the deep sea, and music in its roar:
I love not man the less, but Nature more....
The poetry above introduce this film. After so long in searching for this movies...I found it. Actually I can get it easily from "pirate" CD in Jakarta, but I dont permit my self to watch this movies in pirates CD. Cause the story and the pictures in the film were so good... You can't get it through pirates one.
This film was directed by Sean Pean based on the real story of a young adventurer, Alexander Supertramp or Christopher McCandless.
Some of the "beatifull and meaningfull words" that you can found in this movies.
Rather than love, then money, then faith, then fame, then fairness....
Give me the truth..!!
When you want something in life, you just got reach out and grab it.
I read somewhere… how important it is in life not necessarily to be strong… but to feel strong.
Happiness is only real when shared.
The core of man’s spirit comes from new experiences.
What if I were smiling and running into your arms? Would you see then what I see now?
(Into the wild, Christopher McCandless )