Sunday, October 26, 2008
Selamat HUT IDI Pekanbaru
Monday, October 13, 2008
Tragedi Koin di Adelaide Airport
Kami berdua diantar oleh Adi dan Desi sampai di depan airport. Adelaide airport cukup besar dan kami berdua bergegas masuk dan mencari antrian pesawat Jetstar yang akan membawa kami ke Sydney. Urusan tiket beres, tinggal melewati pemeriksaan barang. Koper sudah masuk bagasi, tinggal ransel yang akan diperiksa. Aku melangah dengan aman melewati pemeriksaan custom. Terus melenggang ke dalam..gak sadar kalau Wayan masih ketinggalan. Akhirnya kembali balik...karena kulihat penjaganya menyuruh Wayan kembali keluar dan masuk lagi ke metal detektor...ada apa ini?
Alarm berbunyi, ketika ransel wayan melewati pemeriksaan X-ray. Wayan tetap kalem, dan mengeluarkan semua barang elektronik yang kemungkinan menyebabkan masalah ini. Jadi Hp dan kamera, beserta tripodnya dikeluarkan. Yakin aman..ransel sekali lagi dilewatkan ke pemeriksaan X-ray. Lah...kali ini alat itu masih tetap menjerit. Aku mulai cemas... bawa apaan sih? Ini negara orang, kalau bikin masalah, kacau mah.
Wayan juga mulai keringatan..kebingungan memeriksa tasnya sendiri. Penjaga dari balik X-ray bilang kalau ada kantung padat yang isinya mencurigakan. Wayan mengeluarkan semua yang berbentuk kantung...sampai akhirnya ketahuan.. kantung koinnya yang bikin masalah.
Aduh biyung.....!!! Wayan harus mengeluarkan koinnya itu sehingga penjaga yakin dia tidak menyembunyikan apapun di balik tumpukan koinnya. Mana pagi masih sunyi, suara koin jatuh berdering-dering...wualah...
Kantung koin itu sebenarnya kantung kamera yang padat isinya oleh koleksi koin yang dibawa-bawa terus oleh Wayan. Hiks..., kedua penjaga itu senyum-senyum geli di depan kami, aku merengsek menjauh...tidak bisa menahan tertawa sedangkan Wayan hanya tersenyum masam. Aku masih bisa mendengar kalau tertawa kedua penjaga itu pecah, ketika kami sudah agak jauh dari pintu pemeriksaan.
Aku masih tersenyum-senyum geli, sampai akhirnya Wayan setengah mengancam. Kalo aku masih tertawa, maka aku tak berhak lagi menikmati koin itu.
Ya jangan kejam lah sobat...I still need your coins, for toblerone..coke etc..etc...
Ha..ha..ha
Jam 8 pagi, sampai di Sydney. Kami memutuskan naik train ke Central Station, cukup mahal 12 AUD. Padahal sebenarnya kata mba Ruli ada bis yang budgetnya jauh lebih murah...tapi sayang kita gak tahu. Jam 9an sampai di rumah. Para penghuni kayanya masih pada tidur. Hmmm...tidur juga ah.. Acara perpisahan di Med Edu gak jadi.Tapi gak apa-apa...perjalanan kali ini memuaskan...jadi tetap tidur dulu...
Thats all folk....my adventures in Melbourne and Adelaide..
Hahndorf and Windy Poit..last stop in Adelaide
Hal yang sama terulang lagi di toko bunga. Tukang foto dengan liciknya memasukkan dirinya sehingga ikut tertangkap di kamera melalui refleksi cermin di toko tersebut.
Sebenarnya Adi baru pulang dari part time worknya sore itu, namun tetap semangat mengantarkan kami ke Windy Point untuk melihat pemandangan Adelaide dari ketinggian di waktu malam. Thanks again..apalagi juga membawa kameranya yang ciamik itu...plus tripod. Sifat narsis kembali muncul.ha..ha
Kata Desi ada beberapa tempat untuk melihat pemandangan kota Adelaide, tapi yang paling dekat adalah Windy Point. Tak mungkin memilih yang jauh, mengingat besok harinya, kami berdua harus berangkat ke Sydney dengan pesawat pagi, jam 6. Bunuh diri dong, kalau kelelahan dan akhirnya tertidur.
Pemandangan dari Windy Point sangat memukau. Dari atas dapat dilihat bahwa kotanya dibangun teratur, karena cahaya lampu jalannya membentuk garis-garis lurus yang juga teratur. Tempat ini juga berhak dianugrahi nama Windy Poit, karena makin malam, angin yang berhembus makin dingin dan kencang...brrrr
Pulang dari Windy Point, tidak langsung pulang, tapi singgah dulu di gatenya Flinders University, biasa...foto-foto lagi. Malamnya itu, kami pesta martabak mie dan menyelesaikan segala urusan copy file photo...suatu urusan yang amat teramat penting..bagi orang-orang narsis Kayanya bakalan sulit tidur malam ini, karena masih ngerumpi perjalanan-perjalanan di Adelaide dan feeling excited. Juga...ketakutan kalau ketiduran, karena pagi-pagi benar, jam 5an..aku dan Wayan harus ke airport untuk pulang ke Sydney. Sekali lagi berterima kasih kepada Adi, yang walaupun lelah sehabis kerja shift sore dan ngantar ke Windy Point...masih bersedia bangun lagi jam 4an subuh, untuk mengantar kami ke bandara.., thanks again mate..!!!
Goodnight Adelaide...Sydney, we will come home...!!
Flinders University, Adelaide dan Glenelg.....
Well..perjalanan pertama kami keesokan harinya adalah ke universitas Flinders. Flatnya Desi tidak jauh dari gerbang masuknya Flinders University. Ternyata ada beberapa jalur ke area kampus yang lumayan jauh dari gate ini. Pertama, dengan jalan kaki; aha...pilihan pertama ini kayanya digandrungi ama mhs native Australia (bule maksudnya bo..!). alur ini cukup melelahkan karena main campus letaknya di atas bebukitan..., jalurnya melintasi bukit-bukit. Dan ujungnya melewati jembatan yang dibangun untuk menghubungkan dua bukit. Weh..lumayan gamang... Mungkin jiwa petualang mereka lebih besar dari kita kali ya..? atau sengaja ingin mendapatkan kulit yang jauh lebih tanning ketika sampai di atas.
- Pilihan kedua, yang kayanya digandrungi mahasiswa Indo yaitu menumpangi feeder bus Flinders yang super duper nyaman (bisa disamakan dengan mobil transit hotel bintang lima lho..). Jadilah bus ini sebagai ajang gosip menggosip penyebar informasi antar mahasiswa indo. Ha..ha...
- Pilihan ketiga; jikalau dirimu memiliki mobil ndiri or punya teman yang mo ditumpangi ke atas. Ya monggo...
- Pilihan keempat : kalo minat merangkak juga boleh seh or nungging kemudian ditendang or guling-guling ke atas..he..he..
Sementara Desi bertemu supervisornya, aku dan wayan menjadi turis dadakan di kampus ini. Kurang menarik sih mengingat bangunannya, hanya gedung-gedung modern dan lagian lengang banget. Niat mau cuci mata lihat Kevin Costner or Jason Danovan yang belum botak gak kesampaian.
Hem..., melihat semua universitas di negara maju kadang miris jika mengingat yang di kampung ku. Konsep mereka untuk universitas betul-betul univercity..., semua yang dibutuhkan untuk mejadi kota kecil ada di kampus. Akomodasi, transportasi, rekreasi, sport dan fasilitas toko yang medukung seperti salon (kalo wisuda perlu kan?) dan tour travel agent. Kapan ya di Indonesia yang punya proyek membangun universitas memiliki persepsi seperti ini. Bukan hanya membangun kelas-kelas saja, bahkan lupa membangun ruang auditorium sehingga wisudawan harus rela berpanas-panasan diluar.
Cuaca yang terik padahal masih jam 10an pagi membuat kami bergegas ke drinking machine. Ah ha.., tanpa perlu memasukkan koin ternyata di sana sudah tergeletak dengan manisnya dua botol air minum. Wah...lucky for us..
Sebenarnya seperti tips teman yang keliling Eropa, bagi orang-orang yang mo irit tidak perlu membeli minuman botol tapi cukup membawa tempat minum saja. Tempat umum biasanya menyediakan water fountain yang bisa ditampung atau langsung minum. Lebih nyaman lagi dilingkungan kampus karena ada dua macam pilihan, air panas atau air dingin. Hmmm....enteng kan...., kalau musim dingin...cukup bawa nescafe sachet kemana-mana dengan gelas.. Aman perkara.... Awalnya seh aku hemaaat juga, nenteng botol minum kemana-mana. Namun akhir-akhir ini keidealan untuk berhemat ini jarang kulakukan. Apalagi pak Wayan yang memiliki coin seabrek-abrek. Dengan sedikit menghiba.. bakal dibelikan minum ama dia...wakakak... (Psst..ada kisah lucu tentang coinnya Wayan, ntar deh kuceritakan di akhir kisah perjalanan ini).
Akhirnya jam 12an kami ke daerah kota. Kesimpulan tentang kota Adelaide?...Lengang banget. Pantas saja serombongan mahasiswa Adelaide menghiba meminta difoto di stasion Flinders Melbourne, fotonya di depan gerombolan bule yang rame berlalu lalang. Adi, mahasiswa yang dari Aceh membela diri ketika kutanyakan alasannya; ””Di Adelaide sunyi mba, jarang ketemu orang rame kaya begini” ujarnya memelas. Ha..ha.. kasihannnnn....
Bangunannya...hmm hampir mirip deh dengan yang di Sydney. Mungkin yang sedikit berbeda adalah Adelaide Festival Centre,bangunan ini modern dengan gaya yang unik. Berlawanan dengan Flinders univeristy, University of Adelaide berupa bangunan tua yang cukup antik..tapi lebih kecil dari Quadranglenya UnySyd. Karena musim panas, di rerumputan kampus beberapa mahasiswa tampak berjemur dengan cueknya berpakaian ..well minim. Kalo di Indo seperti ini, bakal didemo FPI..he..he
Kotanya kecil. Jadi sebenarnya kalau hanya ingin jalan-jalan di kota, tiket one day tripper tidak terlalu menguntungkan. So..supaya tidak merugi, kami memutuskan untuk ke daerah pantainya Adelaide, Glenelg. Desi bilang pemandangan Jetty disana bagus. Susah payah dia menjelaskan arti Jetty, tapi kami berdua tetap gak ngeh..maklum otak juga libur neh.
Makan siang di restoran malaysia di daerah Market city. Harganya standar mahasiswa, dan porsinya standar kuli bangunan...hi..hi...So kita pesan take away, tetap makan dulu di tempat. Walaupun sudah kenyang..masih sisa separuh. He..he.., aman deh jatah makan berikutnya.
Rombongan orang yang lalu lalang baru ditemukan di daerah central market. Jalan ini khusus untuk pedestrian, dan di kiri-kanannya berjejer mall2 ngetop di Oz seperti Myer, Coles dll. Tergiur untuk shoping bekal di Coles. Cuaca terik yang jauh lebih panas dibandingkan Sydney membuat kami tergiur untuk membeli satu pak es krim Walls. Ketika selesai membayar, baru sadar kalau es krim ini tidak mungkin bertahan sampai ke Glenelg dalam cuaca panas seperti ini. Dan kacaunya lagi..pasti akan verboden di trem karena lelehannya itu. Akhirnya sambil duduk di kursi yang berjejer di depan kasir, kami menikmati es krim tersebut. Persis anak-anak yang lagi ditinggal orang tuanya belanja dan dibujuk dengan es krim. Ha..ha..ha. Perut terasa kepenuhan..karena satu orang harus menghabiskan dua buah es krim walls cone .
Siang itu matahari sangat cerah di Glenelg. Perjalanan dengan memakai trem dari Adelaide masih dicover oleh tiket one day tripper. Ehm..seperti daerah pantai lainnya di waktu summer, bule berseliweran dengan bikininya... Pemandangan yang kontras dengan kami bertiga, seperti orang sakit, tetap memakai jaket plus payung lengkap..ha..ha.. Up to us lah...
Well lokasinya bagus. Tamannya diatur seperti taman-taman yang digambarkan di daerah mesir...berlantai marmer dan dilingkungi pohon-pohon palm. Trem berhenti di samping taman yang berada dibibir pantai ini. Di ujung lapangan ke arah pantai terdapat monumen untuk memperingati Ultahnya Adelaide. Karena panas masih terik, kami memilih berjalan ke samping kiri, menyusuri perumahan yang jalannya dinaungi pohon cemara yang tinggi besar. Tanggung, jika sudah kesini tapi tidak melihat sunset. Maka kami memutuskan beristirahat, duduk di rerumputan sambil makan snack yang dibawa. Ternyata rumah di depan tempat kami beristirahat sangat unik, sekilas seperti rumah pemulung, tetapi ternyata homestay lho dengan fasilitas yang lumayan. Detail yang disusun nyeleneh di pekarangan bangunan ini ternyata menggambarkan alat-alat nelayan.
Oh ya ternyata Jetty yang dimaksud oleh Desy adalah bangunan seperti jembatan yang menjorok ke lautan. Di ujungnya melebar, berbentuk segi empat, dan karena sudah terletak cukup jauh dari pantai area ini banyak dipergunakan penduduk untuk memancing. Lumayan sepertinya, ada yang mendapat kepiting dan ikan yang cukup besar.
Akhirnya sunset yang indah terbentang di depan kami. Bagai anak kecil, kita bertiga bermain di pantai. Pantainya sangat bersih.sehingga kita tidak ragu untuk langsung duduk dipasirnya.
Malam tiba,sekali lagi mengisi perut dengan sisa makan siang. Ransel kembali ringan, sebaliknya perut kembali berat. Pulang...Wuah...what a wonderful day.........
Adelaide, sorry friend to bother you....
Perjalanan dari Melbourne ke Adelaide sedikit lebih cepat dibandingkan Sydney-Melbourne. Jalannya relatif lebih kecil dibandingkan jalan Sydney-Melbourne. Pemandangannya relatif sama, melulu savana...dengan bonus pohonnya sedikit lebih banyak dan sedikit perjalanan di bukit-bukit. Makanan yang disediakan di bus stop juga gak banyak pilihan, tapi lumayanlah ada Fish & Chips yang lebih bisa menyumpal perut.
Adelaide betul-betul sunyi. Sampai kita berdua tidak menyangka kalau ini benar-benar Adelaide perkotaan. Aduh..kemana orang-orang ya..? Stasiun busnya juga kecil. Nyaris hanya seperti lapangan kecil dengan satu rumah berisi bangku-bangku bejejeran sebagai tempat penumpang. Desi, teman yang kuliah di Adelaide, menjemput di stasiun kecil itu. Perjalanan ke flatnya Desi, di daerah Flinders University, via bis kurang lebih setengah jam-an.
Malam ini kami memutuskan untuk beristirahat memulihkan tenaga. Desi masak bo, masakan minang, kalio ayam...asyik.
Rencana awal karena memperhitungkan bakalan akan ada 3 tamu, teman-teman di Adelaide sudah mempersiapkan 2 kamar di rumahnya mba Yanti untuk ditempati. Kebetulan ada teman Indo yang lagi pulang dan mengijinkan kamarnya untuk dipake. Namun karena kita cuma berdua dan Wayan bersedia tidur di ruang tamu maka diputuskan untuk stay di flatnya Desi saja. Mungkin karena terharu atau kasihan dengan Wayan, Ari , teman kostnya Desi merelakan kamarnya ditempati Wayan dan dirinya sendiri ngungsi ke tempat Mba Yanti. Aduh...thanks banget ya temen2....
Kelelahan membuatku tertidur lebih cepat. Ketika terbangun jam 1-an malam, terlihat Desi masih asyik mengetik thesisnya. Jadwal kuliah di tiap state kayanya jauh berbeda. Monasch libur lebih dahulu, setelah itu Usyd. Saat ini Flinders uny masih musim ujian dan tugas akhir.
Melihat kesibukannya, aku mengatakan pada Desi bahwa kami berdua sudah biasa jalan-jalan mandiri tanpa perlu ditemani. Cukup berikan guideline besarnya aja. Lha kalo ada apa-apa kan bisa telpon. Namun Desi meyakinkan diriku kalo supervisornya sudah tahu bakalan ada teman yang datang dan telah memberikan sedikit kelonggaran. Apalagi thesisnya tinggal finishing touch.
Aku hanya melihat dia, dan nggumam.. sorry friends to bother you...
Selanjutnya..tertidur lagi
Sunday, October 12, 2008
Film.................. Into The Wild
There is a rapture on the lonely shore
There is society, where non intrudes
By the deep sea, and music in its roar:
I love not man the less, but Nature more....
The poetry above introduce this film. After so long in searching for this movies...I found it. Actually I can get it easily from "pirate" CD in Jakarta, but I dont permit my self to watch this movies in pirates CD. Cause the story and the pictures in the film were so good... You can't get it through pirates one.
This film was directed by Sean Pean based on the real story of a young adventurer, Alexander Supertramp or Christopher McCandless.
Some of the "beatifull and meaningfull words" that you can found in this movies.
Rather than love, then money, then faith, then fame, then fairness....
Give me the truth..!!
When you want something in life, you just got reach out and grab it.
I read somewhere… how important it is in life not necessarily to be strong… but to feel strong.
Happiness is only real when shared.
The core of man’s spirit comes from new experiences.
What if I were smiling and running into your arms? Would you see then what I see now?
(Into the wild, Christopher McCandless )
Thursday, October 9, 2008
Turtles can fly
Sedih, dan tragis…!!!.
Well..itu adalah kesimpulanku setelah menonton film ini. Film yang disutradarai oleh Bahman Ghobadi ini menceritakan kisah yang dialami oleh anak-anak suku Kurdi di perbatasan Irak setelah invasi Amerika Serikat dan sekutunya. Secara dominan..disini tidak menceritakan politik..tapi mengungkapkan perang dari kacamata anak-anak ...
Kisah yang diungkapkan adalah kondisi yang dialami oleh 3 remaja 12-15an tahun yaitu Soran atau Satelite , serta sepasang kakak beradik Henkov dan Agrin. Satelite, remaja muda yang bersifat pemimpin, baik bagi teman-teman sebayanya maupun bagi seluruh isi kampungnya. Nama ini diperoleh dari kerjanya sebagai pemasang antena yang menjadi barang paling dibutuhkan di daerah karena masyarakat sangat butuh informasi mengenai Saddam Hussein dan Amerika Serikat. Antena dibeli dengan menukarkan ranjau-ranjau darat yang banyak terdapat di daerah itu ke penadah senjata. Pekerjaan mengumpulakan ranjau ini sering memakan korban sehingga banyak remaja yang tangan atau kakinya diamputasi.
Henkov, saudara laki-laki Agrin, memiliki tangan buntung namun sangat mahir sebagai pengumpul ranjau. Agrin selalu membawa seorang anak kecil berusia 2 tahunan bernama Ivan. Mereka adalah pengungsi dari daerah lain. Sejalan dengan cerita..maka film ini menuturkan hubungan antara Agrin dan Ivan yang sebenarnya yang menjelaskan kenapa Agrin selalu ingin bunuh diri.
Secara garis besar film ini menggambarkan penderitaan anak-anak baik fisik maupun psikis di daerah perang. Kenyataan dan beban hidup yang mereka alami sehingga membuat mereka dewasa secara cepat. Terkadang duka itu menghantui mereka seumur hidup dan sebagian tidak mampu memikulnya. Tergambar juga bagaimana informasi merupakan barang yang berharga yang bisa menyebabkan sekelompok orang dibodoh-bodohi atau sebaliknya mendapat keuntungan.