Thursday, September 25, 2008
Wednesday, September 24, 2008
Last day in Melbourne... (Dockland and getting around)
Dockland
Hmm, sesuai rencana hari ini mungkin akan soliter dulu. Setelah sebelumnya menyempatkan diri masak-memasak ”gulai ayam” versi Melbourne untuk pesta perpisahan prof-nya JQ, kami berdua berangkat ke Dockland. Berbeda dengan harbour-nya Sydney, Dockland pelabuhannya menghadap lautan bebas. Cuaca hari ini sangat terik dan kondisi Dockland sendiri lumayan gersang.
Pengunjung pameran masih sedikit. Begitu JQ berangkat, sementara Wayan bakalan telat, aku memutuskan keliling kota dulu pake...City Circle. Sarana transportasi gratis ini berupa trem antik yang disediakan oleh pemerintah Melbourne untuk tujuan pariwisata. Jalurnya sudah diatur sedemikian rupa dan tidak usah takut kehabisan karena banyakkkkk... Kurang dari 15 menit satu city circle akan menghampirimu, tinggal naik, duduk dan kadang malah ada informasi yang diberikan di city circle tentang lokasi yang disinggahi. Jalurnya memutar sehingga akan mengantarkanku kembali ke Dockland. Kalo mau
kita bebas kok untuk berlama-lama duduk di dalam trem (kalo gak malu...), sampe puasssss keliling kota. Oh ya, kayanya hanya beroperasi sampai jam 7 malam, setelah itu harus pake trem regular.
Sampai di Dockland kembali. Indonesian Festival sudah ramai dibanding pagi tadi. Sudah ada acara musik, Batik fashion show dan tarian dari Sulawesi. Wayan nyasar... berhenti jauh dari Dockland, terpaksa jalan yang lumayan jauh. Kayanya grup ini kelelahan, Erland sudah tertidur di kereta dorongnya, sedangkan Erika sudah lesu. Namun mereka menemukan bangunan antik yang kucari-cari di Dockland (berdasaran pamflet tour), Hiks. ..
Banyak bertemu teman Indo disini (iya lah, namanya festival Indo). Salah satunya adalah Rara, HWS-er yang mendapat tugas belajar di Monasch. Sayangnya Rara tidak bisa menemani keliling Melbourne karena ikutan jadi panitia acara hari itu. Guide kita hari ini adalah Adi. Well trims again...
Bangunan di Melbourne yang versi antik (tua) rata-rata bergaya sama dengan Sydney. Namun bangunan yang baru menunjukkan keberanian yang lumayan nyeleneh. Kayanya mereka mengikuti peraturan terakhir dari setiap aturan, yaitu ....break the rule. Sydney kayanya jadi old fashionita dibanding Melbourne. Weh aku masih kagum dengan bangunan di Federation Square yang menurutku benar-benar aneh.
Eifell jadi-jadian & Federation Square
Keliling plus makan malam...gak terasa sudah lewat jam 10. Lumayan cemas, masih ada gak kereta api ke Clayton plus bus ke daerahnya JQ. JQ belum bisa pulang dari acaranya, lagian daerahnya ternyata suburb yang lumayan jauh. Sepertinya dia akan langsung ke Clayton tanpa ke Melbourne dulu. Hiks
Fortunately, Adi juga tinggal di Clayton sehingga bisa pulang bareng. Pusing lagi ketika Adi bilang turun di stasion yang berbeda, karena yang ke stasionku (tpt JQ) bisnya mungkin dah habis. Walaupun rasanya sudah jalan cepat dari stasiun kereta ke halte bis, kami berdua hampir saja ketinggalan bis. Untung sopirnya cukup berbaik hati menunggu setelah melihat aku dan Adi berlarian mengejar bis sambil teriak-teriak.
Begitu naik..bilang thank you very much, nafas ngos-ngosan..dan ternyata penumpang yang menatapku..wajahnya indo semua (rata-rata). Dan ternyata isi bis itu hampir semuanya adalah mahasiswa Indonesia yang baru pulang dari Festival Indonesia di Dockland, aduh senangnya. Thanks God, ketemu Rara lagi karena dia tinggal di daerah yang sama dengan JQ. Sehingga aku tidak akan salah turun halte nanti. Masalah lain yaitu full bladder...., rumah Rara di bagian depan kompleks, lebih dekat...so kudu musti wajib singgah di rumahnya Rara dulu...
Kost-an JQ masih berjalan lumayanlah ke dalam kompleks. Di kost-an Rara ternyata para penghuninya masih bangun, kenalan lagi dan sebagai sesama cewek ternyata gosipnya jadi hingar-bingar lagi. Duh jam sudah menunjukkan pukul 12an...harus pulang neh. Dengan memusatkan pikiran penuh, aku berusaha mengingat-ingat rumahnya JQ diantara temaramnya lampu rumah di sana. Yang ku takutkan cuma satu..., salah masuk rumah orang lain..!! karena kompleks ini rata-rata bentuk rumahnya sama. Sedangkan daerahnya sendiri sih katanya aman.
Sangat lega ketika sampai dan tidak nyasar. Tak beberapa lama, JQ pulang. Kami berdua sama-sama kelelahan namun masih semangat untuk menggosip. Aduh dasar cewek....
Mengingat dan menimbang besok aku harus berangkat pagi-pagi ke Southern Cross untuk berangkat lagi ke Adelaide, gosip secepatnya dihentikan dan mencoba untuk istirahat penuh. Sebelumnya mengingatkan Wayan untuk saling membangunkan keesokan paginya agar tidak terlambat dan tiket terusan kami jadi hangus.
Well, Good Night Melbourne.....See You Soon Adelaide...
Friday, September 19, 2008
Banjir lagi...
Pekanbaru sudah langganan..banjir...(Hiks) sejak aku tahu kota ini. Biasanya sih cuma sekali setahun, yah pas musim hujan. Sungai Siak meluap..tidak kuat menerima curahan dari sungai-sungai kecil disekitarnya. Namun beberapa tahun terakhir, adikku bilang kalau sekarang banjirnya sudah 2 kali setahun.wuahh..makin banyak berarti lahan hutan yang gundul di pelosok sana.
Dulu, di masa kecil...saat banjir tidak menjadi masalah bagiku...cenderung tempat bermain. Tempatku tinggal dulu, tidak kena banjir sih..tapi tempat mengaji dan madrasah..biasanya langganan banjir. So..kalo banjirnya kecil.. nangkap ikan di tepi-tepi madrasah.., kalo besar, madrasah libur..karena terendam hampir 1 meter didalamnya. Biasanya semua barang dimasukkan ke mesjid yang dibangun lebih tinggi, tetapi tetap tidak bisa dipakai karena jalan ke sana terendam juga. Anak kecil seusiaku dulu..dikasih libur yah happy tenan.
Beberapa teman SDku rumahnya terendam banjir..namun karena sudah biasa atau sudah siap..maka biasanya mereka sudah mengungsi jauh hari sebelum rumahnya terendam ke family yang rumahnya lebih tinggi. Kebiasaanku dan teman-teman (tetap didampingi para mak-mak), kalau sore main banjir.... Dulu banjirnya, airnya tetap bersih..gak butek...
Well..sebenarnya gak tahu kalo udah banjir lagi..karena kemaren Mei kan udah banjir di Pekanbaru. Sebuah sms yang menanyakan hal ini malah membuatku penasaran bagaimana kondisi banjir sekarang.
Bersama adikku, kami melewati Pasar Bawah, kemaren sore tempat ini kelihatan terendam jalannya, baik yang kiri maupun yang kanan. Sekarang terlihat kering..berarti air sudah mulai surut, namun tetap menyisakan bau sisa banjir yang tidak mengenakkan. Pasar Bawah di Pekanbaru terkenal dengan barang-barang dari luar, baik makanan, baju, sepatu bahkan perabotan seperti guci, bunga, karpet dll. Sepertinya hari ini pasar ini sudah ramai bahkan cenderung sesak dengan kegiatan orang-orang belanja. Sepertinyahawa lebaran sudah mulai tercium di pasar ini. Sesak..tempat parkirpun sudah melimpah ke jalan-jalan.
Terus penasaran, kami melewati daerah pertokoan lama, di sisi sungai Siak. Ini dulu merupakan daerah tempatku berjalan-jalan di sore hari ama bokap. Tidak terlihat banjir. Namun ketika kami mendekati arah jembatan Letton, baru terlihat areal dimana teman-teman masa kecilku tinggal sudah terendam dan sebagian sudah masuk ke dalam rumah. Well aku tidak tahu dengan pasti apakah mereka masih tinggal disana. Penduduk disini terlihat biasa-biasa saja, tetap menjalankan aktivitasnya sehari-hari
Mulai menyebrang jembatan, nampak di sebelah kanan anak-anak membawa bakul..meminta sumbangan. Well, cukup miris..karena yang nyuruh sepertinya orang tua mereka. Beberapa ibu & bapak tampak menunggu di bawah pohon di sisi jalan. Salah satu wajah anak-anak itu ku kenal, maka kami berhenti.., ternyata ibunya ada disitu juga. Ketika berhenti..semua anak mengerumuni kami..cukup lama, namun setelah melihat kami cuma bercakap-cakap..tampaknya semangat mereka mengacung-acungkan kardus mulai surut dan mundur. Sungguh.. sebal juga ketika aku menanyakan bapaknya si anak dimana? Ibunya menjawab sedang tidur di kemah. Ntahlah ...aku belum menerima orang yang mengeksploitasi anaknya untuk mengemis. Karena mereka mengajarkan prinsip hidup yang salah, ...jalan pintas. Aku lebih menghargai orang tua yang mengajarkan prinsip hidup berjuang dengan keringat sendiri, walau hasilnya lebih sedikit..tidak apa-apa. Juga karena cukup mengenal tabiat bapaknya si anak itu yang memang pemalas, namun yah tak tega juga.
Pemandangan dari Jembatan Letton (Leighton)
Cocokin ndiri gambarnya: Well, ada partai apaan ya..?, banjir juga berguna sebagai tempat cucian motor gratis. Hmm Ramadhan tanpa mesjid, tarawih gimana ya? Kolam renang eks lapangan bola.
Ki-ka : suasana dekat posko pangan; makam mengapung..? nope, tempat penjual makam terendam; banjir..main perahu kulkas rusak; suasana tempat penampungan masyarakat
Sovereign Hill, Ballarat...Where is my cowboy?
Kota Ballarat
Ballarat ditempuh dengan 2 jam perjalanan pake kereta api dari terminal Southern Cross Melbourne. Dalam perjalanan ini bertemu teman baru lagi, Adi, mba Ayu dan beli Made Surya beserta dua anaknya yang lucu-lucu, Erika dan Erlan. Adi, mba Ayu dan beli Made Surya merupakan dosen Udayana. Adi dan Mba Ayu sama-sama lagi ngambil Magister Public Health di Monasch. Beli Made Surya bekerja satu department dengan Wayan di Farmakologi.
Sebagian anggota rombongan minus Erika dan papa-nya
Kereta api sampai di stasiun Ballarat jam 10an. Stasiunnya sendiri adalah bangunan tua yang mirip-mirip gudang. Keluar dari stasiun, kami mendapati kota yang sunyi, hanya satu-satu mobil terlihat di jalan. Bangunannya rata-rata dibangun tahun 1800an..., sudah cukup tua, modelnya mirip-mirip daerah koboi..., beberapa gedung memiliki pintu masuk gaya barnya koboi lengkap dengan jendela kecil menghadap keluar. Well...semua bangunan ini masih bagus dan terawat dengan baik.
Berjalan kurang lebih 30 meter keluar stasiun, kami menjumpai sebuah halte bis. Bis yang ditunggu tidak muncul-muncul, sampai terfikir kalau kita nongkrong di halte yang salah atau ...?. Akhirnya mengambil keputusan untuk menelpon pusat informasi lokal yang tertera di halte. Keraguan ini hilang setelah mereka menjelaskan bahwa busnya akan nyampe dalam beberapa menit lagi. Sabar ya buk...
Di halte bus, bangunan mirip gereja di belakang adalah stasiun kereta apinya
Suasana keakraban, khas little city terasa begitu kita naik bus ke Sovereign Hill. Sopirnya sedang bercakap-cakap dengan penumpang tentang pasar, toko dan nama orang. Oh ya, karena tidak tahu biaya karcis, begitu masuk, kami langsung menanyakan berapa harga tiket ke Sovereign Hill. Sopirnya udah cukup tua, berperawakan tinggi gemuk dan ramah banget. Dengan sabar dia menjelaskan kalau turis yang datang dari luar kota dengan kereta api pulang pergi gratis menggunakan bis dalam kota Ballarat karena karcis kereta apinya sudah sekalian tiket bis untuk mengitari Ballarat....dan tentunya juga ke Sovereign Hill, daerah wisata tujuan kami. Wuah..senangnya.... Dan kayanya trik ini perlu ditiru di Indonesia ya..?
Lebih senang lagi ketika sopir yang baik hati ini blang “Don’t worry, I will tell you all when we arrive at Sovereign Hill”.
Mantap tenan....
Ballarat...sebuah kota yang pernah terkenal dengan penambangan emasnya. Sisa-sisa masa kejayaan ini masih terlihat di daerah kota. Banyaknya bangunan mirip hotel yang terlihat dari luar memiliki ukuran kamar yang mungkin kecil-kecil, dan bangunan bergaya bar menggambarkan bahwa kota ini pernah penuh oleh pendatang yang berjuang mencari keberuntungan dari bongkahan emas. Hmm..mungkin sekarang mirip kondisi di Perth yang kata temanku lagi demam emas... Memang Australia terkenal dengan emas, intan, permata dan juga intan yang belum matang alias batu baranya.Sayangnya kami tidak singgah dahulu di perkotaan Ballarat ini.
Akhirnya tiba di Sovereign Hill. Biaya masuk daerah wisatanya cukup mahal, diatas 20 AUD. Apa sih istimewanya Soverign Hill?... Di bagian karcis, kami disambut oleh orang-orang yang memakai baju ala jamannya Laura, baik ibu-ibu maupun bapaknya.
Cuaca terik banget saat itu. Dengan alasan tidak mau gosong (kulitku udah well done tanning neh) maka dibela-belain make jaket. Rasanya wuah....pake jaket dengan matahari terik, lengkap deh seperti direbus.
Aku bertanya-tanya, kok bisa ya..? Apa mereka disuruh dan digaji untuk bekerja di daerah turis ini dan di luar berlaku normal?. Kemungkinan besar alasan yang kuterima secara logika yah itu. Apalagi malingnya...seorang pemuda dengan tampang lusuh dan baju belang-belang tampak sedang memainkan peranannya di Bank. Namun, beberapa saat kemudian, aku juga menemuinya di kantor pos, sedang ngomong dengan petugas disana.
Tapi pemerintah Australia pastinya tidak akan merestui jika memang tujuannya murni hanya uang, karena ada anak-anak yang belum dewasa terlibat disini. Mereka masih usia sekolah, dan peraturan negara ini sangat ketat melarang memperkerjakan seseorang dibawah umur. Sayang tidak ada orang luar/ guide tempatku untuk bertanya...
Kadang malah terlihat bahwa anak-anak sekolah yang berpakaian ala Laura dan kawan-kawan tidak seperti bermain sandiwara atau berakting untuk satu atau dua hari saja. Buktinya, ada yang ngambek, marahan ama gurunya dan menangis di pojok. Mendengar mereka berbicara antar sesamanya tentang materi pelajaran...lha...sepertinya ini memang asli kehidupan sehari-hari. Hal ini berbeda dengan menghafal dialog...Aku sangat penasaran dengan kehidupan ini. Setengah percaya kalau mereka melakukan ini ”for real life everyday”. Namun melihat dari cara anak-anak kecil itu bergaul, berbicara, dan menjawab pertanyaan kita...aduh apa iya..ya?.
Mereka luar biasa sangat sopan, sangat bertata krama. Mirip dengan kehidupan kraton kali ya ?. Anak-anak berjalan tidak akan mendahului orang dewasa sebelum mereka minta izin terlebih dahulu. Caranya menjawab pertanyaan juga sangat halus, dan bahasa Inggrisnya santun banget.
Setelah makan,sedikit istirahat untuk memperoleh tenaga baru... perjalanan keliling desa dilanjutkan. Well, sempat berfoto dengan lady cantik...., namun penasaran mencari cowboy. Lumayan kan jika ketemu duplikatnya Orlando Bloom ala Braveheart di sini dan berfoto narsis. Namun sayang usahaku gak berhasil...
Dimana para cowboy ya...?
Looking for my cowboy.., eh ketemunya si prajurit yang angkuh..
Oh ya..di Sovereign Hill ini ada ditawarkan juga wisata mencari emas. Namun harus mendaftar dan bayar lagi. Mencari emas ini dilakukan benar-benar di daerah tambang. Jika dapat emas...pengunjung berhak membawa pulang. Hmm menggiurkan juga ya..., emasnya juga bisa dijual on site.
Namun karena terik banget (dan bayar lagi..??) jadi malas ikut tour ini. Apalagi kita bawa anak-anak...kasihan mereka. Karena masih penasaran, maka aku, Wayan, JQ dan Adi membuntuti rombongan tour tersebut. Maksudnya melihat-lihat mekanismenya. Namun belum apa-apa..kami kecele. Karena rombongan tersebut masuk ke bangunan yang dijaga..tanpa tiket..anda tidak boleh masuk. Kecian deh kita....
Beberapa kereta kuda berseliweran. Ada kereta kuda yang belakangnya membawa gentong-gentong air, ternyata berfungsi menyirami jalan desa yang kering. Yang menarik adalah kereta kuda ala Sherlock Holems yang ternyata sekali lagi harus bayar untuk bisa memakainya keliling desa. Eh..ternyata ada juga permainan bowling jaman dahulu kala disini. Bolanya dibuat dari batu yang dibulatkan, jalurnya dari kayu dan pinnya juga dari batu yang terdapat diujung jalur. Ah..ha...permainan ini gratis alias gretong...thank you..!!
Kira-kira jam 2 an ada marching band dengan memakai kostum serdadu Inggris mengitari desa. Mereka berputar dua kali. Katanya sih bakalan ada upacara, gak tahu juga upacara apaan. Upacara diadakan, ada penghormatan ke komandan dan ih..paka tembakan segala.yah ke udara pastinya.. Aku melihat upacara ini seperti upacara hukuman tembakan. Mungkin dulu seperti ini ya... para maling katanya dulu langsung di tembak atau digantung saja. Wes dah mati..masalah selesai..Hiiii..
Sudah cukup puas mengitari desa, kami keluar dan melangkah ke seberang jalan ke musem emasnya Sovereign Hill. Di depan museum ini ada patung seorang bapak tua. Jangan sangka kalau dia adalah pahlawan dengan sifat yang baik dan berjasa bagi kota, ternyata bapak ini dulunya pemabuk, penjudi, tapi juga sekaligus penambang kelas kakap di sini. Museum ini tertata apik, dan menceritakan garis besar kehidupan penambang di kota ini dulunya. Beberapa bongkah batu berwarna kuning terdapat di dalam kaca. Emas..???, ntahlah karena ukurannya besar banget. Desain interiornya bagus, ditata modern, ..tidak monoton hanya foto dan dysplai saja. Sebelum pengunjung keluar, mereka melewati bagian yang menjual perhiasan-perhiasan emas. Wuah..mahal... bahkan jika dibanding beli emas di Indo. Lagian kayanya modelnya biasa-biasa aja tuh.. (karena gak sanggup beli..he..he).
Ada accident kecil yang terjadi, si kecil berdua , Erika dan Erlan tidak boleh membawa es krimnya ke dalam museum. Kontan saja mereka protes..namun penjaga museum dengan sabar menjelaskan kalau mereka keluar maka es krimnya akan diberikan kembali . Sayangnya begitu keluar...es krim yang dititipkan tadi telah cair menjadi air karena cuaca yang panas...so terpaksalah sang mama harus beli es krim yang baru.
Walaupun gagal bertemu dengan koboi, wisata ke Sovereign Hill ini sangat menyenangkan. Jam 4 an, rombongan berangkat kembali pulang ke Melbourne. Para kurcaci kecil yang saat berangkat tadi heboh, sekarang terkulai, tertidur di kereta api. Kurcaci besar...sama saja..molor.
Segar kembali di Melbourne. Sempat menikmati city rail, dan makan malam kemudian rombongan memutuskan untuk bubar. Jam telah menunjukan angka 6 lebih, para guide Melbourne undur diri. Adi dan JQ akan pergi ke festival Sulawesi di Melbourne dan sayangnya mereka tidak punya tiket ekstra untuk kami. Mba Ayu dan beli Made mengantar pulang kedua anaknya yang kelelahan. Jadi tinggal aku dan Wayan.... haruskah kami pulang?
No way....
Dengan berbekal peta, kenekatan,dan keyakinan kalau kota Melbourne itu lebih rapi dari Sydney karena dibagi menurut blok yang terkotak-kotak saja oleh tremnya...maka kami browsing Melbourne lagi di waktu malam. Lagian udah beli tiket one day tripernya Melbourne. Sayang kan.... (Sebetulnya karena dominan didesak Wayan yang jealous karena aku dah sempat jalan-jalan di Melbourne pada malam sebelumnya.. Hiks.)
Kali ini aku yang menjadi guide dadakan menunjukkan daerah kota yang dijelajahi bersama JQ. Federation square, riverside disamping Flinders station dan pertunjukan api di Crown hotel. Setelah melihat lidah api di menaranya Crown...kami beruda melihat bangunan yang mirip-mirip menara Eiffel dari kejauhan. Yakin kalau bangunannya cukup dekat, maka berjuang menyelidiki dimana bangunan tersebut. Tapi nihil, perjalanan mentok ke daerah perkantoran yang sunyiiii...wuah..kayanya sudah harus pulang neh.
Akhirnya kami berdua memutuskan untuk pulang. Untung pada saat yang sama JQ juga pulang. Kita janjian untuk ketemu di Flinders stationnya Melbourne sehingga bisa sama-sama pulang ke Clayton. Terus terang aku masih agak bingung dan disorientasi kalau pulang sendiri. Ditambah lagi kebiasaan yang sama baik di Sydney maupun di Melbourne, lampu rumah mereka jarang hidup diwaktu malam. Lampu jalan juga jarang-jarang. Walaupun ada rumah yang menghidupkan lampu tempel di depan rumahnya...cahayanya sangat redup..nyaris remang-remang. Di Sydney, ketika masih tinggal di Dullwich Hill aku sering nyasar gara-gara masalah ini, salah turun halte..akibatnya jalan harus jalan dari halte tersebut ke rumah. Nunggu bis lagi..makan waktu setengah jam lagi. Beda dengan Indo yang terang benderang. Padahal kita katanya lebih miskin dan lebih terancam krisis energi ya dibanding mereka?
Karena merasa belum puas browsing Melbourne,maka acara ini direncanaan untuk disambung keesokan harinya. Kebetulan ada Indonesian Festival di Dockland, daerah dekat pelabuhannya Melbounre. JQ kebetulan ada pesta perpisahan dengan profesornya jam 10 pagi maka aku terpaksa harus soliter lagi jalan-jalan di kota. Wayan juga bilang agak telat ke Dockland karena sudah janjian untuk bertemu dengan teman lama-nya.
Well...soliter..siapa takut...!!!
Friday, September 12, 2008
Kantung Semar..bikin apes...!!!
Kantung semar.........
Masih ingat pelajaran biologi kan?. Ada tumbuhan yang memangsa hewan, yah sejenis-jenisnya bunga bangkai lah. Salah satunya adalah kantung semar...
Abil dan kantung semar-nya
Well, bukan bermaksud belajar biologi lagi sih, tapi kemaren ketika ibuku pulang dari rumah temannya membawa makanan yang cukup unik..yang mempergunakan kantung semar ini. Mungkin teman-teman sudah ada yang melihat jenis makanan ini, tapi bagiku ini masih yang perdana, jadi cukup mencengangkan...
Kantung semar yang berisi lemang ketan
Makanan itu sebenarnya lemang ketan. Di kampungku, biasanya kita mempergunakan batang bambu yang besar.. di isi beras ketan, santan dan dibakar. Sebagian juga ada yang memasaknya dengan daun pisang saja. Teman ibuku itu berasal dari Cirenti, salah satu desa di kabupaten Rokan hulu, Riau. Dan ternyata kebiasaan menggunakan kantung semar sebagai bungkus ketan ini merupakan adat desa ini khusus untuk saat ramadhan. Kebiasaan ini didukung oleh saatnya tanaman ini menghasilkan bunga kantung semarnya, paling banyak ya..di bulan ramadhan ini.
Menu berbuka hari itu
Karena enak..aku kebablasan. Lupa kalau kondisi badan masih bermasalah dan perut juga masih baru pulih. Well, besoknya... perut terasa perih dan kembung, sepertinya gastritis mulai menyerang. Bertahan sampai buka, namun...hiks,
- karena ibuku masih excited dengan menu kantung semar, hari ini dia mengulang memasak menu ini (kebetulan dia dibekali bunga kantung semar yang cukup banyak)...jelas forbiden
- lihat menu kolak sisa kemaren, kolak ubi jalar, wah bakalan banyak gas, bikin kembungku memberat nanti..forbiden
- melongok ke kiriman tanteku, kolak cendol..awalnya cukup lega, pas menyendok..keluarlah temannya cendol, tape ubi...gas lagi..kembung lagi..forbiden.
Hiks..tidak ada yang boleh ku makan hari ini jika ingin gastritis ini cepat pulih
Kantung semar..kantung semar...bikin perutku nyeri, kembung dan flatus-flatus (bahasa kerennya buang angin bo...) Persis kaya semar
All I can do is eat my dinner..
Hiks...
(tapi gak sepenuhnya menderita seh..menu dinner ikan asin..well sedaaap)
Monday, September 8, 2008
Party in Melbourne....
Persinggahan pertama di kota Melbourne adalah untuk nyumpal perut yang berteriak ...makan. Sekali lagi kecewa karena makanan berat versi indo pada habis, akhirnya kami cukup puas mendapat tempat di fast food lagi.
Aku cukup tercengang melihat pemandangan orang yang berseliweran. Dandanan mereka itu yang membuat aku terkesima. Para wanita, berjalan ala peragawati, dengan baju satu stell lengkap baju pesta, high heel, dan topi manis dengan beraneka regam bentuk dikepalanya. Baju pesta...? masih ingatkan acara-acara dansa ballroom yang di TV? Nah mereka berseliweran dengan baju seperti itu, makan McD juga. Yang pria, rata-rata memakai baju jas lengkap, tua dan muda. Malah ada yang lengkap dengan topi, sarung tangan putih, sapu tangan terselip di saku jas, dan hem..bunga. Yang tua..warna jasnya lebih kalem..sedangkan yang muda...wuah warna jas judulnya sesukanya. Ada kuning kencang, oranye mengkilat, merah maroon...namun dasar bule..tetap cocok ya..di kulitnya.
Oalah... baru ingat, kalau suasana Melbourne masih terhipnotis oleh Melbourne Cup, Lomba pacuan kuda terbesar di Australia yang disponsori Uni Emirat Arab. Tiketnya dijamin mahal, yang paling murah katanya 100an dolar, itu untuk areal jauh. He..he.. Disamping itu, para pemuda-pemudi Australia menjadikan arena ini juga sebagai ajang bersenang-senang dan mencari jodoh.
Beberapa kostum wanitanya unik....ada yang berdandan ala gothik. Jadi tetap memakai baju dengan potongan baju pesta, tetapi motif kainnya tengkorak. Ada lagi yang sangat mencintai pisang sepertinya. Bajunya bermotif pisang, sepatu juga kuning mencolok. Topinya...ha..ha..., topi kecil hitam dengan sebuah pisang tiruan bertengger di situ. Topinya rata-rata memiliki bulu yang melambai-lambai kian kemari. Hmm..mau ngambil fotonya tapi gak enak hati...ntar harus izin segala..., tapi kiran-kira gambar dari web dibawah ini bisa menggambarkan kemeriahan suasana di situ. Wuah...suasana pesta...seluruh kota Melbourne berpesta
Mereka lebih bersenang-senang, ramah, dan frenzy dibandingkan orang-orang di perkotaan Sydney. Sydney kota pada umumnya merupakan daerah perkantoran. Orang berjalan dengan baju kantor modern, dan tampang serius. Jarang senyum malah. Cukup mencolok rasanya perbedaan kedua kota ini jika dilihat dari orang-orangnya.
Hemm.aku senang memperhatikan dandanan wanita yang agak lebih berumur. Mereka berdandan bagaikan aristokrat Inggris, dandanan rapi, baju persis seperti ratu yang senada dari ujung kaki sampai topi lengkap. Bapak-bapaknya juga rata-rata memakai jas warna hitam. Aduh seperti berjalan di daerah antah berantah...dengan aku yang tidak matching sama sekali, baju kaos, jeans, jaket...hiks. Saltum deh... dan kayanya jika aku maksain ganti baju (dengan baju didalam tas yang kuseret-seret) tetap tidak bisa. Lha...eni mana punya baju seperti ityuu...wakakak...
Walaupun kita berdua saltum..tapi jangan salahkan pesona wanita Asia...ha..ha...
Beberapa pemuda..berlarian mendekati kami lho...
cemas juga sih pada awalnya...apa aku disangka maling ya..?
Tapi ternyata mereka minta foto bareng...wakakak.....
Dan mereka rela menunduk serendah-rendahnya sehingga matching ama JQ yang cuma setinggi pinggang mereka...ha..ha
Psst..... Wayan juga mengalami nasib yang sama keesokan harinya. Langsung dirangkul cewek bule...dan dengan bangganya menunjukkan fotonya ke arahku.
Satu sama..hi..hi..
Hampir jam 11 malam, barulah kami pulang ke Clayton. Clayton, cukup sunyi ...sama seperti suburb pinggiran Sydney. Dari pemberhentian kereta api, kami masih harus nambah lagi ngebis, untung masih dapat bis, dan katanya mah.itu bus terakhir.... He..he..
Dari JQ, aku tahu kalau disini biasanya jadwal kereta api dan bus udah matching. Jadi jika masih ada train ke suatu suburb, biasanya beberapa menit setelahnya, akan ada bis di train station suburb itu. Begitu juga sebaliknya. Tapi kudu harus cepat-cepat ke bis station karena beda waktunya paling 5-10 menit dan mereka...right on time.
Sesampai di kostan JQ masih ngalor ngidul ampe malam. Aku juga mendiskusikan dengan wayan rencana perjalanan keesokan harinya. Akhirnya tercetuslah..... Ballarat... Sovereign Hill... Aku mah akuuuur wae, menyerahkan nasib sepenuhnya pada para guide di Melbourne.
Liburan yo...!!!!
Setelah menghadapi minggu-minggu assignment dan akhirnya menyerahkan the last one, maka kami merencanakan acara balas dendam..ayo travelling
Sebenarnya kami berempat biasanya kompak untuk urusan satu ini, tapi gak tahu kali ini hanya aku dan Wayan yang akhirnya nekad pergi. Babe gak mau pergi alasannya ...(gak tahu ?..)sedangkan Ali memelas karena masih punya satu assignment lagi yang kudu dikumpulkan dalam satu minggu terakhir.
Dengan perencanaan yang setengah matang, akhirnya kita berdua memutuskan perjalanan dimulai dari Sydney ke Melbourne kemudian ke Adelaide. Waktu tempuh masing-masing perjalanan ini satu hari (kurang lebih 12 jam) dengan bus. Pilihan bus ini diambil dengan alasan mau lihat pemandangan. Dari Adelaide kembali ke Sydney, kami memutuskan memakai pesawat, karena diperkirakan sebelumnya bakal ada acara perpisahan di Medical Education pada malam harinya. So masih punya waktu untuk istirahat jika berangkat pagi...Alhasil kita memilih tiket termurah yang dapat dibeli dengan atas bantuan ibu kosku yang baik hati.
Sebagai informasi, tidak ada perbedaan harga tiket baik bus, pesawat dan kereta api, lucunya lagi..malah tiket kereta api lebih mahal dari pesawat dan bus. Padahal kita berdua sebenarnya berniat untuk naik kereta api. Apalagi kereta apinya Australia yang terkenal itu..wualah mahal tenan...
Bus ke Melbourne berangkat jam 7 pagi dari Sydney. Karena takut telat, maka kami berdua janjian berangkat jam 6 pagi dari rumah. Karena masih early summer, pagi itu lumayan dingin ketika aku keluar kos-kosan. Mana belum sempat makan lagi. Untungnya Wayan dah janji bakal bawa bekal banyak..he..he.. Dan karena bus ke central station pagi itu berasal dari suburb wayan, aku gak susah-susah nunggu di halte yang dingin, karena Wayan akan menelpon kalo busnya telah sampai di simpang Enmore yang kurang lebih 5 menit dari halte dekat rumah...he..he.. thanks mate.
Bus ke Melbourne yang kami tumpangi memiliki kapasitas 50 orang namun hanya diisi 7 orang. Jam 7 kami berangkat dan sesuai schedule yang diberikan, maka bus tersebut melewati halte berikutnya ..right on time. Salut... Oh ya peringatan pertama yang diberikan kondektur bus...don’t bring anything illegal and please don’t bring any stinky food inside. Weleh..weleh..mentang-mentang wajah kita berdua Asia tenan, mana mungkin bawa duren ama jengkol pak... bukan apa-apa..walaupun pengen.. jengkol gak ada yang jual, sedangkan duren mahal tenan di Sydney (FYI : 2 isi duren monthong=25 AUD).
Ha..ha.hha, kita berdua kecele. Mengharapkan pemandangan bak Puncak, malah dapat pemandangan gersangan savana melulu..pohon satu..satu dan kadang-kadang melihat gumpalan abu-abu yang bergerak seperti ulat dari kejauhan..eh ternyata domba. Sesekali bertemu ranch yang lumayan rame ternaknya, kuda, sapi dan domba..rata-rata pada berteduh di bawah pohon..mengumpul sesamanya.
Silahkan enjoy deh pemandangan yang kita dapat....
Auburn..???
Subway....melihat rotinya yang gede banget....maka aku pikir pasti kekenyangan kalau makan sendiri. Jadi kita paroan. Ternyata perut indoku masih berteriak...nasi. Tapi lumayanlah untuk nyumpal cacing-cacing yang berontak. Padahal bekal wayan dah lumayan habis diembat.
Stopping di Alburry, gabung ama train station
Di Alburry, malah lebih apes. Yang ada cuma toko kopi kecil, jual snack dan minuman ringan. Bukan makanan berat. Huks.... kita berdua udah ngabisin snack keripik kentang dan kue favoritku...banana cake. Mana mau makan yang sejenis lagi. Akhirnya pesan kopi panas aja, sedangkan wayan mengeluarkan jurus koinnya di soft drink.
Oh Tuhan..semoga Jaque punya makanan berat di Melbourne nanti...
Satu hal yang cukup mengharukan terjadi di Alburry. Harap maklum..mungkin karena penduduknya dikit atau pengunjungnya dikit, wcnya cuma dua dan gak dipisahkan man or woman. Jadi antrinya bareng..lumayan lah. Ketika antri, disebelahku ada bule yang udah sepuh. Melihatku dan Wayan, dia langsung semangat nanya...Hallo, are you from Indonesia?. Yah gelagapan juga, karena biasanya bule hanya nanya where are you from?.
Kompak mengiyakan. Si Kakek ternyata fasih bahasa Indonesianya. Dia ternyata pernah tinggal di Jawa, lebih dari 12 tahun.
Cukup melelahkan perjalanan Sydney-Melbourne, mungkin karena pemandangannya kurang sesuai dengan keinginan kita berdua. Jadilah sepanjang perjalanan molor atau sekali-kali nonton video yang disuguhkan di TV bus, yang berudul We are all the Marshall. Film ini kami jumpai lagi di bus ke Adelaide. Film wajib sepertinya. Oh ya..ternyata di bus ke Adelaide, kita bertemu lagi dengan kondektur yang sama tapi supir yang berbeda. Sekali-kali kami menertawakan penumpang chinesse yang di belakang. Pemuda itu sempat menyapa ketika berangkat, tujuan kita sama, Melbourne. Tapi kayanya a little bit hiperaktif. Dia tidur dengan posisi yang mencengangkan sampai setengah jumpalitan di kursi belakang. Kaya sirkus....ha..ha
Cukup lega karena JQ berhasil menemukanku di terminal besar ini. Yah ...lumayan cemas juga, walaupun jika tidak bertemu JQ, aku masih bisa ke tempatnya Wayan..tapi jam sudah menunjukkan jam 8 malam. Cukup larut, di Sydney..daerah kota biasanya sudah sunyi. Dan aku tahu kalau Clayton, tempat dimana JQ kuliah (Monasch University) cukup jauh dari kota. Kurang lebih satu jam-an dengan kereta api.
Jangan kecele.... setelah bertemu, aku dan JQ bukannya duduk manis di kereta api menuju Clayton, tapi malah....browsing Melbourne di waktu malam...ha..ha..
dengan menyeret-nyeret koper kecilku lagi...he..he